Senin, 27 Agustus 2012

Budaya Suku Bugis

Budaya Bugis
Sejarah Bugis

Tidak seperti bahagian Asia Tenggara yang lain, Bugis tidak banyak menerima pengaruh India di dalam kebudayaan mereka. Satu-satunya pengaruh India yang jelas ialah tulisan Lontara yang berdasarkan skrip Brahmi,yang berkembang melalui arus perdagangan. Kekurangan pengaruh India, tidak seperti di Jawa dan Sumatra, mungkin disebabkan oleh komuniti awal ketika itu kuat menentang asimilasi budaya luar.
Permulaan sejarah Bugis lebih kepada mitos dari sejarah lojik. Di dalam teks La Galigo, populasi awal adalah terdapat di pesisir pantai dan tebing sungai dan dan menempati wilayah wilayah yand dekat dengan pusat perairan. Penempatan di tanah tinggi pula didiami oleh orang Toraja. Penempatan-penempatan ini bergantung kepada salah satu daripada tiga pemerintahan yaitu Wewang Nriwuk, Luwu’ dan Tompoktikka. Walau bagaimanapun, pada abad ke 15, terdapat kemungkinan penempatan awal tersebar di seluruh Tana Ugi, malahan jauh ketengah hutan dimana tidak dapat dihubungi melalui pengangkutan air. Mengikut mitos, terdapat migrasi yang ingin mencari tanah baru untuk didiami. Implikasi penempatan ditengah-tengah hutan ini ialah perubahan fizikal hutan, dimana hutan-hutan ditebang dan proses diteruskan sehingga abad ke 20.

Suku Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku suku Deutero-Melayu, atau Melayu muda. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata ‘Bugis’ berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Tiongkok, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo saat ini) yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar didunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk Banggai, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.
Bahasa
Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebahagian Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, K
abupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Pada dasarnya, suku kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya, suku kaum Bugis menggunakan dialek sendiri dikenali sebagai ‘Bahasa Ugi’ dan mempunyai tulisan huruf Bugis yang dipanggil ‘aksara’ Bugis. Aksar
a ini telah wujud sejak abad ke-12 lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia.
Aksara Bugis
Mata Pencaharian
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan.
Sistem kemasyarakatan.
Dalam sistem perkawinan adat Bugis terdapat perkawinan ideal:
1. Assialang maola
Ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun ibu.
2. assialanna memang
ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat kedua, baik dari pihak ayah maupun ibu.
3. ripaddeppe’ abelae
ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun ibu atau masih mempunyai hubungan keluarga
Adapun perkawinan – perkawinan yang dilarang dan dianggap sumbang (salimara’):
1. perkawinan antara anak dengan ibu / ayah
2. perkawinan antara saudara sekandung
3. perkawinan antara menantu dan mertua
4. perkawinan antara paman / bibi dengan kemenakan
5. perkawinan antara kakek / nenek dengan cucu
Tahap – tahap dalam perkawinan secara adat :
1. Lettu ( lamaran)
ialah kunjungan keluarga si laki-laki ke calon mempelai perempuan untuk menyampaikan keinginan nya untuk                    melamar calon mempelai perempuan
2. Mappettuada. (kesepakatan pernikahan)
Ialah kunjungan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan untuk membicarakan waktu pernikahan,jenis sunrang atau         mas kawin,balanja atau belanja perkawinan penyelanggaran pesta dan sebagainya
3. Madduppa (Mengundang)
Ialah kegiatan yang dilakukan setelah tercapainya kesepakayan antar kedua bilah pihak untuk memberi tahu kepada        semua kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan dilaksanakan.
4. Mappaccing (Pembersihan)
Ialah ritual yang dilakukan masyarakat bugis (Biasanya hanya dilakukan oleh kaum bangsawan), Ritrual ini dilakukan      padah malam sebelum akad nikah di mulai, dengan mengundang para kerabat dekat sesepuh dan orang yang   dihormati untuk melaksanakan ritual ini, cara pelaksanaan nya dengan menggunakan daun pacci (daun pacar),  kemudian para undangan di persilahkan untuk memberi berkah dan doa restu kepada calon mempelai, konon   bertujuan untuk membersihkan dosa calon mempelai, dilanjutkan dengan sungkeman kepada kedua orang tua calon       mempelai.
pasangan pengantin
Hari pernikahan dimulai dengan mappaenre balanja , ialah prosesi dari mempelai laki-laki disertai rombongan dari kaum kerabat, pria-wanita, tua-muda, dengan membawa macam-macam makanan, pakaian wanita, dan mas-kawin ke rumah mempelai wanita. Sampai di rumah mempelai wanita langsung diadakan upacara pernikahan,dilanjutkan dengan akad nikah. Pada pesta itu biasa para tamu memberikan kado tau paksolo’. setelah akad nikah dan pesta pernikahan di rumah mempelai wanita selesai dilalanjutkan dengan acara “mapparola” yaitu mengantar mempelai wanita ke rumah mempelai laki-laki.
Beberapa hari setelah pernikahan para pengantin baru mendatangi keluarga mempelai laki-laki dan keluarga mempelai wanita untuk bersilaturahmi dengan memberikan sesuatu yang biasanya sarung
mappaenre botting
sebagai simbol perkenalan terhadap keluarga baru. Setelah itu, baru kedua mempelai menempati rumah mereka sendiri yang disebut nalaoanni alena.
Sistem Kemasyarakatan menurut Friedericy, dulu ada tiga lapisan pokok, yaitu:
1. Anakarung : lapisan kaum kerabat raja-raja.
2. To-maradeka Tu-mara-deka : lapisan orang merdeka yang merupakan sebagian besar dari rakyat Sulawesi Selatan.
3. Ata : lapisan orang budak, yaitu orang yang ditangkap dalam peperangan, orang yang tidak dapat membayar hutang,      atau orang yang melanggar pantangan adat.
Susunan Lapisan Gelar-gelar yang terdapat pada Suku Bugis:
1. Datu
Datu adalah Gelara yang di berikan kepada bangsawan bugis yang memegang pemerintahan daerah, yang sekarang setingkat dengan (Bupati).
2. Arung
Arung adalah Gelar yang diberikan kepada bangsawan bugis yang memegang pemerintahan wilayah yang sekarang setingkat dengan (Camat).
3. Andi
Andi adala gelar yang diberikan kepada bangsawan bugis yang biasanya anak dari perkawinan antara keturunan    arung dengan arung.
4. Puang
Puang adalah Gelar yang diberikan kepada anak dari hasil perkawinan antara arung atau andi yang mempunyai istri   masyarakat biasa, begitupun sebaliknya.
5. Iye
Iye adalah gelar yang diberikan kepada masyarakat biasa yang masih memiliki silsilah yang dekat dengan kerabat  bangsawan.
6. Uwa
Uwa adala kasta ter rendah dalam masyarakat bugis yaitu gelar yang diberikan kepada masyarakat biasa.
ADAT ISTIADAT DAN PRILAKU HIDUP BERMASYARAKAT
System norma dan aturan-aturan adatnya yang keramat dan sacral yang keselaruhnya disebut panngadderreng (panngadakkang).
Sistem adat keramat dari orang bugis terdiri atas 5 unsur pokok, yaitu:
1. Ade’( ada’)
Ade adalah bagian dari panggaderreng yang secara khusus terdiri dari:
a. Ade’ akkalabinengeng atau norma mengenai hal-hal ihwal perkawinan serata hubungan kekerabatan dan berwujud. sebagai kaidah-kaidah perkawinan, kaidah-kaidah keturunan, aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga.rumah tangga, etika dalam hal berumah tangga dan sopan santun pergaulan antar kaum kerabat
b. Ade’ tana atau norma mengenai hal ihwal bernegara dan memerintah Negara dan berwujud sebagai hukum Negara, hukum anatar Negara, serta etika dan pembinaan insan politik.
Pengawasan dan pembinaan ade’ dalam masyarakat orang Bugis biasanya dilaksanakan oleh beberapa pejabat adat seperti : pakka tenniade’, puang ade’, pampawa ade’, dan parewa ade’.
2. Bicara
Bicara adalah unsur yang mengenai semua aktivitas dan konsep-konsep yang bersangkut paut dengan keadilan, maka      kurang lebih sama dengan hukum acara,menentukan prosedurenya serta hak-hak dan kewajiban seorang yang  mengajukan kasusnya di muka pengadilan atu mengajukan gugatan.
3. Rapang
Contoh, perumpamaan, kias, atau analogi. Rapang menjaga kepastian dan konstinuitet dari suatau keputusan hukum        taktertulis dalam masa yang lampau sampai sekarang, dengan membuat analogi dari kasus dari masa lampau dengan  yang sedang di garap sekarang.
4. Wari’
Melakukan klasifikasi dari segala benda, peritiwa, dan aktivitetnya dalam kehidupan masyarakat menurut   kategorinya. Misalnya untuk memelihara tata susunan dan tata penempatan hal-hal dan dan benda-benda dalam  kehidupan masyarakat; untuk emelihara jalur dan garis keturunan yang mewujudkan pelapisan social; untuk memlihara hubungan kekerabatan antara raja suatu Negara dengan raja dari Negara lain, sehingga dapat ditentukan  mana yang muda dan mana yang tua dalam tata uacara kebesaran.
6. Sara’
Pranata dan hokum Islam dan yang melengkapkan keempat unsurnya menjadi lima.
Dalam kasusastraan Pasengyang memuat amanat-amanat dari nenek moyang, ada contoh-contoh dari ungkapan-ungkapan yang diberikan kepada konsep siri’ seperti:
1. siri’ emmi rionrowang ri-lino artinya: hanya untuk siri’ sajalah kita tinggal di dunia. Arti siri sebagai hal yang      memberi identitet social da martabat kepada seorang Bugis
2. mate ri siri’na artinya mati dalam siri’ atau mati untuk menegakkan martabat dalam diri,yang dianggap suatu hal  yang terpuji dan terhormat.
3. mate siri’ artinya mati siri’ atau orang yang sudah hilang martabat dirinya dalah seperti bangkai hidup. Kemudia akan      melakukan jallo atau amuk sampai ia mati sendiri.
Agama dari penduduk Sulawesi Selatan kira-kira 90% adalah Islam, sedang 10 % memeluk agama Kristen Protestan  atau Katolik. Umat Kristen atau Katolik biasanya pendatang dari Maluku, Minahasa, dan lain-lain
KESENIAN
Alat musik
Kacapi (Kecapi)
Kacapi
Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai, diambil karena penemuannya dari tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
Sinrili
sinrili
sinrili
alat musik yang mernyerupai biaola cuman kalau biola di mainkan dengan membaringkan di pundak sedang singrili di mainkan dalam keedaan pemain duduk dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya.
Gendang
Pa' Gendang
Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti rebana.
Suling
seruling
seruling
Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu:
• Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah.
• Suling calabai (Suling ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi dan dimainkan bersama penyanyi
• Suling dupa samping (musik bambu), musik bambu masih terplihara di daerah Kecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau acara penjemputan tamu.
Seni Tari
• Tari pelangi; tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
• Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan    bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan.

• Tari Pattennung; tarian adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang menenun benang menjadi             kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan perempuan-perempuan Bugis.
• Tari Pajoge’ dan Tari Anak Masari; tarian ini dilakukan oleh calabai (waria), namun jenis tarian ini sulit sekali                        ditemukan bahkan dikategorikan telah punah.
• Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa’, tari Pa’galung, dan tari Pabbatte (biasanya di gelar padasaat      Pesta Panen).
Makanan Khas Sulawesi Selatan
1. COTO MAKASSAR
2. KONRO
3. SOP SAUDARA
4. PISANG EPE’
5. PISANG IJO
6. PALU BASSAH
7. PALA BUTUNG
8. NASU PALEKKO (Bebek)
Permainan
Beberapa permainan khas yang sering dijumpai di masyarakat Bugis ( Pinrang): Mallogo, Mappadendang, Ma’gasing, Mattoajang (ayunan), getong-getong, Marraga, Mappasajang (layang-layang), Malonggak
Senjata Suku Bugis

https://www.facebook.com/#!/nonom4n6odo
KAWALI senjata khas suku bugis